KETAPANG, MENIRNEWS.id – PT Karya Terang Utama (KTU) yang merupakan mitra kerja dari PT Cita Mineral Investindo (CMI) dinilai banyak memiliki masalah. Selain soal kelalaian dalam penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). PT KTU juga diketahui tidak pernah mendaftarkan pengesahan peraturan perusahaan (PP) ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Ketapang.
Sebelumnya, pada Rabu (13/12/2023) diketahui PT KTU tidak menerapkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) kepada para pekerjanya, terlihat dengan adanya supir kendaraan roda 10 milik PT KTU yang tidak menggunkan helm dan rompi saat melakukan bongkar muat tailing (limbah industri pertambangan) diwilayah Kecamatan Air Upas.
PT KTU juga diduga tidak pernah membuat Peraturan Perusahaan (PP) yang di dalamnya memuat hak dan kewajiban perusahaan dan pekerja. Hal tersebut terungkap setelah Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Ketapang melakukan pengecekan dibuku kendali surat masuk dari tahun 2018 hingga 2023.
“Setelah kami telusuri dibuku kendali tahun 2018 hingga 2023, tidak ditemukan adanya permohonan pengesahan PP oleh PT KTU di Disnakertrans Ketapang,” terang staf teknis sekaligus medaitor ketenagakerjaan Disnakertrans Ketapang, Baharudin Udai, Jumat (15/12/2023).
Udai melanjutkan, kalau setiap perusahaan yang memperkerjakan buruh atau pekerja minimal 10 orang, maka perusahaan tersebut wajib membuat PP sebagaimana diamanahkan pada pasal 2 ayat (1) Permenaker Nomor 28 tahun 2014 Tentang tata cara pembuatan dan pengesahan peraturan perusahaan serta pembuatan dan pendaftaran perjanjian kerja bersama.
“PP itu wajib didaftarkan sesuai Pasal 7 ayat (1) Huruf a,b,c Permenaker Nomor 28 Tahun 2014,” tegasnya.
Udai menjelaskan, pengesahan PP dapat dilakukan oleh Kepala SKPD bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota, untuk perusahaan yang terdapat hanya dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota, atau Kepala SKPD bidang ketenagakerjaan provinsi, untuk perusahaan yang terdapat pada lebih dari 1 (satu) kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi dan Direktur Jenderal, untuk perusahaan yang terdapat pada lebih dari 1 (satu) provinsi.
“Sanksinya jelas diatur dalam Undang-Undang nomor 13 tahun 2023 dan untuk penindakanya dapat dilakukan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Kalimantan Barat Melalui Pengawas Ketenaga Kerjaan,” terangnya.
Sementara itu, saat dikonfirmasi, Ketua Federasi Serikat Buruh Solidaritas Pekerja Ketapang (FSBSPK), Kartono kalau pembuatan PP juga diatur dalam pasal 108 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagkerjaan.
“Sesuai pasal tersebut jika perusahaan tidak membuat peraturan perusahaan maka dikenakan sanksi pidana berupa denda paling sedikit Rp 5 juta san paling banyak Rp 50 juta,” tegasnya, Rabu (20/12/2023).
Kartono menjelaskan, bahwa menurut UU 13 tahun 2003 pasal 1 angka 20, PP merupakan peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib tentang perusahaan. Dimana PP tersebut disusun oleh dan menjadi tanggung jawab dari perusahaan yang bersangkutan dimana di dalamnya sekurang-kurangnya memuat hak, kewajiban pengusaha, hak dan kewajiban pekerja, syarat kerja, tata tertib dan jangka waktu berlaku PP tersebut.
“Jelas jika perusahaan tidak membuat PP maka dinilai melakukan tindak pidana pelanggaran, bahkan berpotensi menimbulkan perselisihan kepentingan, sebagaimana diatur dalam UU nomor 2 tahun 2024 tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial pasal 1 ayat 3, Perselisihan kepentingan adalah, perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan atau pemenuhan syarat-syarat kerja yg ditetapkan dalam perjanjian kerja baik itu PP maupun PKB,” terangnya.
Untuk itu, Kartono menilai bahwa PT KTU terkesan abai atas banyak aturan ketenagkerjaan sehingga harusnya Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Kalimantan Barat melalui pengawas ketenagakerjaan harus bertindak dan bersikap tegas sehingga ada efek jera yang dirasakan perusahana yang tidak menjalankan aturan.
“Kalau Disnakertrans Kalbar tidak bertindak, kite menduga ada permainan, karena dalam aturan bahwa kelalaian dalam K3, tidak adanya pembuatan PP sampai tidak melaporkannya tenaga kerja, jelas ada sanksinya, sanksi ini harus diberikan,” ketusnya.
Selain itu, Kartono juga meminta agar PT CMI selaku pemberi kerja untuk dapat bertindak tegas baik dengan mengevaluasi bahkan memberi sanksi PT KTU. Hal tersebut agar reputasi PT CMI yang selama ini dikenal dengan perusahaan besar tidak tercoreng dengan kelakukan PT KTU yang terkesan mengabaikan aturan.
“Jika CMI tidak memberikan sanksi tentu akan muncul opini negatif terhadap CMI, yang seolah membiarkan pelanggaran-pelanggaran terjadi,” nilainya.
Sementara itu, saat dikonfirmasi, Humas PT Karya Terang Utama (KTU), Sainon sama sekali tidak memberikan respon. Pesan singkat melalui whastaap dan telepon awak media terhadapnya tidak mendapat jawaban. (yo)