Pemkab Dukung Ritual Meruba

Teks foto
MERUBA : Sekd Ketapang, Alexander Wilyo, menghadiri ritual adat Meruba, Pencucian Pusaka Raja Hulu Aik di Laman Sengkuang, Desa Benua Krio, Kecamatan Hulu Sungai, Minggu (25/6).

KETAPANG, MENITNEWS.id – Sekretaris Daerah Kabupaten Ketapang, Alexander Wilyo, menghadiri ritual adat Meruba, Pencucian Pusaka Raja Hulu Aik di Laman Sengkuang, Desa Benua Krio, Kecamatan Hulu Sungai, Minggu (25/6).

Patih Jaga Pati Laman Sembilan Domong Sepuluh Kerajaan Hulu Aik ini mengatakan, acara Meruba sejak beberapa tahun terakhir ini difasilitasi Pemerintah Kabupaten Ketapang melalui APBD. “Saya menilai pelaksanaan Ritual adat Meruba ini semakin tahun semakin baik dan meningkat,” kata Alex.

Hanya saja, jelasnya, tempat Raja Hulu Aik bukanlah istana, bukanlah keraton, melainkan hanya sebuah rumah yang biasa, sederhana dan bersahaja. “Raja Hulu Aik bukanlah raja kekuasaan, bukan pula raja politik, tetapi raja adat,” jelasnya.

Dia mengungkapkan, tugas atau amanah dari Raja Hulu Aik adalah merawat, menjaga, memelihara, pusaka Raja Hulu Aik, yakni Bosi Koling Tungkat Rakyat. “Ini sebagai bukti dari seorang raja bahwa dia punya pusaka. Kalau hanya istana, semua orang bisa bangun istana, tetapi belum tentu jadi seorang raja bisa menjadi raja kalau tidak punya pusaka. Boleh saja yang lain mengaku raja, tapi jika tidak punya pusaka, itu bukan raja,” ungkapnya.

Dia menceritakan sekilas sejarah tentang Kerajaan Hulu Aik,m bahwa asal-usul Kerajaan Hulu Aik itu, sekarang wilayahnya adalah Laman Sembilan Domong Sepuluh. “Dulu namanya Desa Sembilan, tetapi setelah musyawarah adat namanya diubah atau ditetapkanlah menjadi Laman Sembilan, bukan lagi Desa Sembilan,” ungkapnya.

“Wilayahnya mencakup dari Desa Darat Pantai Kapuas, dari Labai Lawai, Simpang Sekayoq, Laur Jokak, Biak Krio, Kayong Gerunggang, Pesaguan Sekayoq, Jelai Sekayoq, Kendawangan Seakaran, sebagian Kalteng merupakan wilayah adat, bukanlah wilayah kekuasaan, seperti gubernur, bupati, camat maupun kades. Lintas wilayah adat,” lanjut Alex.

Lebih lanjut dia menjelaskan tentang Raja Siak Bahulun, Raja Dayak Pertama dan Raja Siak Bahulun itu punya tujuh anak dari tujuh ruas betung. Yang paling terkenal yaitu yang ketujuh, Putri Dayang Putong, Putri Junjung Buih, yang kemudian menurut ceritanya menikah dengan Prabu Wijaya dari Majapahit, melahirkan raja-raja Tanjungpura kuno. “Setelah ratusan tahun Majapahit runtuh oleh Kerajaan Demak, kerajaan Tanjungpura kuno pun menjadi kerajaan Islam,” jelasnya.

Dikisahkannya juga bahwa istana Raja Hulu Aik zaman dulu dibuat pakai kayu, tidak seperti istana-istana kerjaan lainnya, sehingga tidak ada lagi bekas peninggalan. Yang masih ada serta terjaga hingga sekarang tinggallah warisan adat istiadat, seperti pusaka dan ada juga situs-situs budaya.

“Amanah lainnya yang diberikan oleh Pak Raja, yaitu menjaga adat, menjaga tradisi dan menjaga pusaka. Sebagai Patih, yang dipesalin oleh Raja serta seluruh domong Laman Sembilan Domong Sepuluh punya amanah agar menjaga, memelihara, merawat, melestarikan dan menegakkan adat yang diwariskan para leluhur,” terangnya.

Dia berharap agar figur Pak Raja sebagai pemersatu. Tidak ada lagi Raja Dayak di dunia ini, selain Raja Hulu Aik, yang menjadi pemersatu. “Pemerintah daerah mendukung penuh. Buktinya setiap tahun pemda memfasilitasi acara adat Meruba ini,” paparnya.

Khusus tahun depan, dia menyampaikan bahwa Pemerintah Kabupaten Ketapang akan memfasilitasi peresmian Balai Bosi Kolikng, sehingga acara Meruba diharapkan dapat lebih baik lagi. Selain itu juga akan merancang jembatan permanen yang dapat dilalui mobil. “Artinya kita punya peranan panjang, karena ini aset Kabupaten Ketapang, aset Kalbar, aset bangsa Indonesia dan satu-satunya di dunia,” ungkapnya.

Dia juga mengingatkan, bahwa semua yang dilakukan tersebut perlu dukungan dari semua pihak, bukan hanya tanggung jawab Pak Raja, tanggung jawab orang Sengkuang, tanggung jawab Kades Benua Krio, tetapi tanggung jawab seluruh pihak.

“Saya berharap kedepan agar pola Meruba bisa dirubah agar tidak hanya menjadi gawai pemerintah, tapi menjadi gawainya kita. Artinya ada keikutsertaan, adanya partisipasi, adanya kegotong-royongan antara seluruh orang Dayak, sehingga akan merasa memiliki. Sekecil apapun dukungan yang diberikan, paling tidak untuk hadir, itu saja sudah merupakan bentuk dukungan,” pungkas Alex. (*)

Berita Terkait