Menimbang Sisi Positif dan Negatif Kuliah Daring

Kuliah jarak jauh mahasiswa Prodi Manajemen Semester 4 Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST), Yogyakarta.

DUNIA kampus tentu menjadi tempat maupun ruang tersendiri bagi mahasiswa. Selain tempat untuk menimba ilmu, kampus juga dapat menjadi tempat untuk bersosialisasi. Bertemu teman, nongkrong, bahkan bagi sebagian mahasiswa kampus tempat cerita awal bertemu dengan pasangannya.

Namun, sejak awal 2020 pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) merebak ke seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia. Dunia hampir lumpuh, termasuk dunia pendidikan. Sekolah diliburkan, mahasiswa tidak lagi diperkenankan ke kampus.

Hal ini berjalan selama berbulan-bulan. Hingga akhirnya dimulailah belajar secara daring (online). Ini dilakukan agar siswa dan mahasiswa tetap bisa tetap mendapatkan pendidikan. Di bangku kuliah, perkuliahan yang tadinya secara langsung tatap muka kini menjadi kuliah darinh. Mahasiswa diharuskan mengikuti pembelajaran jarak jauh (PJJ) dari rumah.

Kuliah daring dianggap memiliki sisi positif dan negatif. Dari sisi positif, untuk anak kos dan anak rantau yang selalu rindu rumah, namun sejak kuliah daring sudah lebih banyak waktu di rumah bersama keluarga dan tidak lagi harus membeli tiket untuk mudik. Ketika sedang kuliah merasa lapar, sekarang bisa makan sambil kuliah tidak lagi harus keluar kos untuk membeli. Sisi positif lainnya adalah, pengeluaran biaya menjadi lebih sedikit.

Selain sisi positif, sisi negatif juga dirasakan. PJJ dianggap kurang efektif jika dibandingkan dengan tatap muka. Kuliah tatap muka mempunyai kekuatan karena mahasisea dengan dosen dapat berinteraksi secara langsung. Dari interaksi inilah, transfer pengetahuan dari dosen kepada mahasiswa lebih mudah diterima.

Selain itu, dengan adanya kuliah jarak jauh ini, sosialisasi antarmahasiswa, hampir tidak ada. Komunikasi hanya bisa dilakukan melalui telepon maupun media sosial. Selain itu, aktivitas organisasi kemahasiswaan, baik intra maupun ekstra kampus juga sangat jauh berkurang. Hal ini berdampak pada kemampuan dan melemahnya koordinasi antarmahasiswa.

Kurangnya beradaptasi secara langsung, pembelian kuota harus lancar, harus berada di tempat yang sinyal baik agar dapat mengikuti perkuliahan dengan lancar, mau tidak mau harus paham dan lebih dapat memahami dan belajar sendiri, melihat dosen harus dengan melalui HP tidak dapat melihat secara langsung. Belum lagi harus membayar biaya kost dan biaya kuliah yang penuh. Padahah perkuliahan dilakukan secara daring.

Sedikit cerita saya sebagai mahasiswa yang merantau untuk kuliah di Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa, Yogyakarta. Saya tinggal di kost yang tidak jauh dari kampus. Saya merasa tidak enak karena orang tua saya harus membayar kuliah dan uang kost penuh. “Kok kost tidak ditempati bayarnya tetap full, ya? Apa tidak ada pemotongan untuk membayar setengahnya?” tanya ibu saya beberapa waktu lalu.

Keesokan harinya pada 30 Januari 2021 pukul 06.30 WIB, masuklah pesan Whats App dari ibu kost. “Assalamuallaikum mbak, karena situasi dan kondisi kita lagi memperihatinkan, untuk ini uang kost cukup dibayar separuh saja pertahun,” bunyi pesan dari ibu kost.

Pesan ini pun langsung saya sampaikan kepada orang tua saya. Alhamdulillah, orang tua saya bersyukur karena mendapatkan keringanan untuk membayar biaya kost.

Maka dari itu banyak sekali pembelajaran yang dapat diambil selama Covid-19, tidak hanya selalu berada di sisi negatif saja, tetapi sisi positif pun dapat merasakannya. (*)

Penulis;
Oktaviani, Mahasiswa Prodi Manajemen Semester 4 Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) Yogyakarta.