Yogi Setiady, Kisah Anak Delapan Tahun di Ketapang yang Memeluk Islam

Yogy Setiadi (8) Saat Diantar Ibunya Memeluk Islam, (5/10/2017.

KETAPANG, MENITNEWS.id – Hidayah, petunjuk atau bimbingan dari Allah SWT, bisa datang kapan saja dan kepada siapa yang dikehendaki. Satu diantaranya, kisah bocah berusia delapan tahun ini, Yogi Setiady. Anak bungsu dari pasangan Teddy dan Mariana Erie Yantie di Ketapang. Keduanya non muslim.

Kamis (5/10/2017) sore, seolah menjadi hari yang ditunggu-tunggu bocah yang masih duduk di bangku kelas 2 SDN 18 Desa Sukabangun, Kecamatan Delta Pawan, Kabupaten Ketapang. Yogi resmi memeluk agama Islam, setelah mendatangi Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Delta Pawan.

Yogi mengucapkan dua kalimat syahadat, didampingi sang ibu dan guru agama sekolahnya.

Keinginan dan hasrat yang kuat dalam mempelajari agama Islam, membuat Yogi kerap melaksanakan kewajiban layaknya seorang muslim, meskipun belum memeluk agama Islam.

Mulai dari salat lima waktu di surau, hingga belajar membaca ayat suci Al-qur’an kerap dilakukannya. Hingga akhirnya, kedua orangtuanya luluh dan mengikhlaskan keinginan Yogi, memeluk agama Islam.

Setelah masuk Islam, Yogi menambahi namanya menjadi: Muhammad Yogi Setiady.

Saat disambangi di rumah Yogi di Jalan Mayjen Sutoyo, Desa Kalinilam, Jum’at (6/10/2017) siang. Ia tampak santai siang itu. Yogi menyiapkan diri untuk melaksanakan salat Jum’at. Sebuah kaos oblong serta celana koko warna hitam, ia kenakan. Didampingi sang ibu, Yogi terlihat malu-malu ketika menjawab pertanyaan perihal pengalamannya memeluk agama Islam.

Lalu, apa yang membuatnya ingin masuk Islam?

“Mau masuk surga dan mau jadi ustaz kalau sudah besar nanti,” tuturnya dengan sikap khas anak-anak.

Yogi bercerita, sebelum resmi memeluk Islam, dirinya sudah sering melaksanakan salat di masjid. Bersalawat, bahkan belajar menderas Alquran alias mengaji.

“Biasa ke masjid dan belajar ngaji juga,” akunya.

Sementara itu, Mariana Erie Yantie, ibu kandung Yogi yang merupakan warga asli Desa Serengkah, Kecamatan Tumbang Titi, Kabupaten Ketapang, mengaku ikhlas dan merestui keinginan anak bungsunya memeluk agama Islam. Meskipun, dirinya dan suaminya masih beragama non muslim.

Ia menceritakan, ketika baru pandai berbicara, Yogi kerap menolak ketika hendak dibawa ke Gereja, guna melaksanakan ibadah sesuai keyakinan keluarganya.

“Selama ini cuma satu kali Yogi ikut ke gereja. Setelah itu, dia tidak mau ikut, bahkan menangis dan keluar ketika dibawa ke gereja. Dia juga sering minta ditinggal di rumah ketika kami ke gereja,” ungkap ibu berusia 43 tahun ini.

Sejak kecil, Yogi seolah mengerti ajaran agama Islam. Bahkan, setiap kali melihat masjid yang merupakan tempat ibadah umat muslim, Yogi kecil kerap mengatakan “ala aba”.Yang artinya, Allahu Akbar.

Tak hanya itu, ketika ada para tetangga yang notabene merupakan muslim melaksanakan selamatan, seperti tahlilan,Yogi kecil kerap mengajak si ibu pergi ke rumah tetangga tersebut.

“Dia sering mengajak ke rumah orang yang amin-amin.Artinya bagi dia, orang yang mengadakan selamatan,” tuturnya.

Mariana berkisah, ketika mendekati usia masuk Sekolah Dasar (SD), Yogi sering berbicara kepadanya untuk mengikuti orang yang salat.

“Dia sering bilang mau ikut orang amin-amin atau salat maksudnya. Saya jelaskan tidak boleh, karena kita berbeda keyakinan. Tapi dia tetap bilang mau ikut orang amin-amin,” katanya.

Keinginan Yogi semakin besar. Dia ingin masuk agama Islam.Bahkan, tak hanya melihat dan belajar dari surau di dekat rumah, Yogi juga kerap belajar salat di rumah dengan menjadikan handuk sebagai sajadah, sambil melakukan beberapa gerakan salat. Tak hanya itu, Yogi juga mengajak teman-teman sebayanya, baik yang muslim maupun non muslim.

“Jadi, di rumah dia biasanya melaksanakan gerakan salat bersama teman-temannya. Dia seolah jadi imamnya,” tuturnya.

Hasrat yang besar membuat Yogi, ketika masuk kelas 1 SD,sering pergi dari rumah, terutama pada pukul 15.00 WIB, menjelang Magrib, serta Jum’at.

Yogi sering ‘ngilang. Si ibu tentu saja khawatir. Ke mana si Yogi. Suatu ketika hari Jumat. Yogi lewat depan rumah sambil melambaikan tangan ke ibunya. Si ibu tentu saja heran. Itu anaknya atau bukan? Saat itu, Yogi berpakaian baju koko dan kopiah.

Usai orang salat Jum’at, Yogi pulang. Si ibu bertanya pada Yogi.

“Tadi pakai baju siapa? Dia jawab baju Nanang (temannya, red) yang digunakan untuk salat Jum’at di masjid,” lanjutnya.

Mendengar hal tersebut, dirinya seolah tak percaya dan menanyakan kebenaran perkataan anaknya. Namun dengan santai Yogi menjawab, dirinya ingin memeluk agama Islam.

Selain itu, setiap sore yogi kerap menghilang, ternyata dari keterangan tetangga dia sering meliat orang sembahyang dan melihat cara orang berwudhu, tak hanya itu dia juga sering ke Pesantren untuk belajar soal agama Islam.

Memastikan hal tersebut, sang ibu, menanyakan ke Yogi mengapa dirinya sering pergi pada sore hari dengan membawa tas, ternyata Yogi mengaku dirinya pergi belajar agama untuk mengetahui soal agama Islam.

“Belum terlalu saya hiraukan saat itu, tapi dia pernah bilang kalau sudah besar mau naik haji mengajak mamak dan bapak, mau kerja apapaun asalkan halal, dan dia juga sering meminta uang ke saya ketika orang takbiran dan mengasi uang ke orang takbiran sambil mengatakan ke saya untuk berbuat amal dan bersedekah,” jelasnya.

Keinginan besar Yogi juga terlihat ketika mulai aktif belajar pada kelas 1 SD, yang mana pada saat pelajaran agama, setiap siswa dipisahkan antara agama Islam dan non muslim, saat itu Yogi hendak diajak masuk kelas agama non muslim namun dirinya meronta dan menangis untuk belajar pada kelas agama Islam.

“Bahkan dia mengancam akan pulang kalau belajar agamanya, dia mengaku agamanya Islam dan ingin sepenuhnya belajar agama Islam. Lama kelamaan, akhirnya Yogi diperbolehkan gurunya ikut pelajaran agama Islam meskipun belum memeluk agama Islam bahkan nilai di rapotnya tertinggi pada pelajaran agama,” kenangnya.

Berjalan waktu, Yogi semakin sering pergi pada sore hari, sampai pada waktu itu tetangganya menceritakan, bahwa iatidak perlu khawatir kalau Yogi sering pergi ketika sore hari,bahkan menjelang magrib, dan memintanya untuk mendengarkan adzan berkumandang, qomat dan salawat dari surau dekat rumahnya.

“Kata tetangga, yang adzan, salawat, qomat itu Yogi, saya tidak percaya itu, tapi ternyata memang benar itu Yogi, bahkan anak-anak sebayanya juga menjadi ramai ke surau. Yogi sempat bilang ke saya, mak Islam itu damai dan disurga itu ada ketenangan,” ceritanya.

Dari rentetan hal tersebut membuat dirinya mulai luluh, bahkan dirinya sempat meneteskan air mata ketika Yogi mulai duduk di bangku kelas 2, yang mana Yogi meminta dirinya untuk mengislamkan Yogi dengan alasan supaya bisa belajar mengaji.

“Yogi minta di Islamkan, supaya ketika meninggal tidak kemana-mana, saya meneteskan air mata saat itu, hingga akhirnya saya turut mengantarkan yogi memeluk Islam,” tutupnya. (TB)

Berita Terkait