Ria Norsan Diperiksa KPK, Akademisi: Publik Jangan Terjebak Opini, Kedepankan Praduga Tak Bersalah

KETAPANG, MENITNEWS.id – Nama Gubernur Kalimantan Barat, Ria Norsan (RN), menjadi sorotan publik menyusul penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait proyek pembangunan ruas jalan di Kabupaten Mempawah tahun 2016. Sejumlah pihak, termasuk RN, telah dimintai keterangan oleh penyidik KPK.

Menanggapi perkembangan kasus ini, Dr. Erdi, M.Si, Dosen Ilmu Politik dan Kebijakan Publik FISIP Universitas Tanjungpura, melalui tulisannya mengingatkan pentingnya masyarakat tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah. Menurutnya, publik perlu memberi ruang kepada aparat penegak hukum untuk bekerja secara profesional tanpa intervensi opini.

Dalam tulisannya, Dr. Erdi memaparkan bahwa KPK sejauh ini telah memanggil sembilan orang, menggeledah 16 lokasi, serta menetapkan tiga tersangka: dua penyelenggara negara dan satu pihak swasta. Sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik juga telah disita.
Namun, di tengah langkah penyidikan tersebut, sebagian pihak menilai bahwa KPK baru menyentuh “ikan kecil” dan belum menyentuh aktor utama.

Dr. Erdi menekankan bahwa persepsi semacam ini perlu diluruskan, karena KPK bekerja berdasarkan alat bukti, bukan tekanan opini publik. Ia menegaskan dalam tulisannya, saksi bukanlah tersangka, dan asas praduga tak bersalah menuntut agar seseorang tidak boleh diperlakukan sebagai pelaku sebelum ada bukti kuat dan penetapan resmi.

Lebih lanjut, Dr. Erdi menyoroti sikap RN yang hadir memenuhi panggilan penyidik KPK serta memberikan akses penuh saat penggeledahan rumah dinas gubernur, rumah dinas bupati, maupun kediaman pribadinya. Menurut tulisannya, hal ini menunjukkan keterbukaan dan kesediaan RN untuk taat hukum. Jabatan, kata dia, tidak dijadikan tameng untuk menghindari pemeriksaan, dan sikap kooperatif ini layak diapresiasi.

Dalam penjelasannya, Dr. Erdi juga menekankan bahwa proyek peningkatan jalan di Mempawah tahun 2016 bersumber dari alokasi dana khusus (DAK) APBN, bukan APBD kabupaten. Prosesnya diawali dari usulan masyarakat, kemudian disinergikan bupati bersama DPRD ke kementerian terkait. Setelah disetujui, pelaksanaan teknis menjadi kewenangan kementerian dan pihak kontraktor, bukan lagi bupati.Dengan demikian, posisi RN lebih tepat dipahami dalam kerangka kebijakan, bukan pelaksana teknis proyek.

Dalam tulisannya, Dr. Erdi mengingatkan bahwa masyarakat Kalimantan Barat tidak seharusnya terjebak dalam framing yang menyamakan pemanggilan saksi dengan penetapan tersangka. Publik diminta tetap objektif, sembari memberi kesempatan kepada KPK untuk menuntaskan penyidikannya secara independen.

Ia menambahkan, saat ini yang dibutuhkan RN adalah dukungan publik agar tetap fokus menjalankan agenda pembangunan. Pemerintah Provinsi Kalbar yang baru berjalan tujuh bulan di bawah kepemimpinan RN sedang mendorong sejumlah program, mulai dari peningkatan jalan provinsi, ketersediaan pupuk untuk petani, solar bagi nelayan, hingga beasiswa pendidikan bagi generasi muda. Jika pada akhirnya terbukti tidak terlibat, nama baik RN, menurut Dr. Erdi, harus dipulihkan sebagai konsekuensi dari asas keadilan dan penghormatan terhadap proses hukum yang fair.

Melalui tulisannya, Dr. Erdi menegaskan bahwa stabilitas politik dan kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah sangat penting bagi keberlanjutan pembangunan Kalimantan Barat. Untuk itu, asas praduga tak bersalah harus menjadi pegangan bersama. Publik diajak mendukung KPK bekerja secara profesional, sekaligus mengawal agar pemimpin daerah tetap fokus pada tugas membangun Kalbar. (mr)

Berita Terkait

Leave a Comment