Ketapang Darurat Perlindungan Anak: Kasus Perkawinan Dini Tertinggi, Hotel Jadi Sarang Pelecehan

Gambar Ilustrasi

KETAPANG, MENITNEWS.id – Kabupaten Ketapang mencatatkan angka tertinggi dalam kasus perkawinan anak di Kalimantan Barat. Selain itu, maraknya kasus kekerasan seksual terhadap anak terutama di fasilitas umum seperti hotel dan penginapan semakin memperkuat urgensi akan ruang publik yang aman dan ramah terhadap perempuan dan anak.

Menurut data Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DSP3AKB) Kalbar, hingga awal tahun 2025 tercatat lebih dari 2.000 kasus perkawinan anak di provinsi ini, dan Ketapang berada di urutan pertama. Fenomena ini menjadi perhatian serius berbagai kalangan karena berdampak jangka panjang pada masa depan generasi muda.

“Ketapang menempati urutan tertinggi dalam kasus perkawinan anak di Kalbar. Ini menjadi perhatian serius karena berdampak jangka panjang terhadap pendidikan, kesehatan, dan masa depan anak,” tulis laporan itu.
(Sumber: SuaraKalbar.co.id, 6 Februari 2025)

Selain kasus perkawinan dini, fasilitas umum seperti hotel di Ketapang juga kerap menjadi lokasi rawan terjadinya kekerasan seksual terhadap anak. Salah satu kasus mencuat terjadi pada Maret 2024, ketika seorang oknum kepala desa di Ketapang ditangkap usai melakukan pelecehan terhadap remaja putri berusia 14 tahun di sebuah hotel.

“Pelaku diamankan di hotel setelah terbukti melakukan tindakan asusila terhadap korban. Saat ini proses hukum sedang berjalan,” demikian keterangan dari pihak Polres Ketapang.
(Sumber: Kompas.com, 17 Maret 2024)

Kejadian tersebut bukan kasus tunggal. Lemahnya pengawasan terhadap aktivitas di penginapan dan hotel menyebabkan ruang publik menjadi titik rawan bagi anak dan perempuan baik sebagai korban eksploitasi maupun kekerasan seksual.

Nia Nurdiani, masyarakat Ketapang sekaligus mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan BEM FISIP Universitas Tanjungpura dan aktivis perempuan, menyampaikan keprihatinannya atas tingginya angka kekerasan terhadap anak serta lemahnya kontrol sosial terhadap ruang-ruang publik yang mestinya aman.

“Ketika ruang publik seperti hotel dan penginapan menjadi tempat anak dilecehkan, itu bukan hanya kegagalan sistem perlindungan, tapi juga bentuk ketidakhadiran masyarakat. Kita butuh pengawasan yang lebih ketat dan kehadiran sosial yang nyata,” ujar Nia.

Ia menegaskan bahwa semua pihak harus terlibat, tidak hanya pemerintah daerah dan aparat penegak hukum, tetapi juga masyarakat luas termasuk tokoh agama, tokoh adat, dan lembaga pendidikan.

“Perlindungan anak adalah tanggung jawab kolektif. Kita tidak bisa hanya menunggu pemerintah bekerja. Masyarakat harus hadir, sadar, dan berani bertindak,” tegasnya.

Ketapang sebagai salah satu kabupaten besar di Kalimantan Barat memiliki tantangan besar dalam menciptakan ruang hidup yang aman dan layak bagi perempuan dan anak. Namun dengan kolaborasi aktif antara pemerintah, masyarakat sipil, dan tokoh lokal, perlindungan terhadap generasi muda dapat diperkuat dan dimenangkan.(mr)

Berita Terkait

Leave a Comment