PONTIANAK, MENITNEWS.id – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang perdana terkait dugaan pelanggaran etik atas teradu Ketua dan Anggota Bawaslu Ketapang beserta Ketua dan Anggota KPU Ketapang dengan pengadu Caleg Partai Nasdem Dapil 7. Sidang Kode Etik digelar di Ruang Sidang Bawaslu Kalbar, Jumat (14/6/2024).
Sidang yang berlangsung sejak Pukul 09.00 WIB dihadiri para pengadu yakni Caleg Nasdem Dapil 7, Muhammad Ali beserta kuasa hukumnya Dewa M Satria, Imron Rosyadi dan Yogi Herlambang dengan menghadirkan 3 saksi diantaranya Mantan Pengawas TPS (PTPS), Rohandiansyah, pemilih yang berdomisili di Marau namun mencoblos di TPS 11 Tuan-Tuan, Syahrian serta Mantan Anggota Panwascam Benua Kayong, Heriyani.
Sedangkan pihak teradu dihadiri langsung Ketua Bawaslu Ketapang, Moh Dofir beserta anggota Jami Surahman, Hardi Maraden, Budianto, Ari Asari dan Ketua KPU Ketapang, Ahmad Sidig, Nuryanto, Ehpa Sapawi dan Ahmad Saupi serta didampingi pihak terkait yakni komisioner KPU Provinsi Kalbar dan Bawaslu Kalbar.
Anggota Bawaslu Ketapang, Jami Surahman yang namanya sarter diduga menjadi dalang pengkondisian Pemungutan Suara Ulang (PSU) hingga 5 surat suara mengaku kalau benar salah satu Caleg Partai Nasdem yang diuntungkan akibat PSU 5 surat suara merupakan pamannya.
“Wasti benar paman saya, namun tidak serta merta membuat saya menggadaikan integritas saya, tidak benar saya mengintervensi Panwascam apalagi sampai mengkondisikan terjadi PSU itu tidak benar,” akunya.
Jami mengaku kalau tidak ada niat sedikitpun dari hati kecilnya untuk memenangkan salah satu calon legislatif termasuk pamannya, bahkan diakuinya kalau pamannya pernah menjadi Caleg dari Partai Golkar namun tidak terpilih pada 2019 lalu.
“Bahwa terhadap dalil pengadu saya menolak seluruhnya karena tidak berdasar, saya memohon agar DKPP dapat memutuskan untuk menolak permohonan pengadu dan memohon keputusan adil dan bijaksana,” mintanya.
Jami mengaku, kalau dirinya mengetahui pamannya sebagai Caleg namun saat ditanya apakah dirinya pernah menyampaikan hal tersebut kepada jajaran bawaslu lainnya, Jami mengaku tidak pernah menyampaikan hal tersebut baik lisan maupun melalui surat resmi.
Dalam sidang etik tersebut, juga terungkap fakta bahwa usulan awal PSU TPS 11 Tuan-Tuan bukan berasal dari temuan Panwascam Benua Kayong melainkan informasi awal Jami Surahman yang mengaku mendapatkan laporan dari Saksi Partai berkaitan dugaan adanya pemilih bukan domisili Benua Kayong memilih di TPS tersebut.
Namun saat ditanyai oleh majelis hakim soal siapa nama saksi partai tersebut, Jami mengaku bahwa saksi partai tidak menyebutkan namanya.
“Saya saat itu sedang dijalan monitoring ke Tumbang Titi, jadi ada saksi partai nasdem menghubungi soal dugaan warga luar Benua Kayong mencoblos disana, tidak menyebutkan nama dan kebetulan hp saya juga gunakan timer waktu 7 hari pesan otomatis terhapus,” dalihnya.
Sementara itu, Anggota Bawaslu, Ari Asari menegaskan kalau dirinya sama sekali tidak pernah mendengar adanya persoalan yang terjadi di TPS 11 Benua Kayong baik dari Panwascam Benua Kayong maupun dari masyarakat, dirinya mengetahui persoalan itu secara verbal dari Jami Surahman.
Bahkan, diakuinya pelaksaan rapat pleno terkait rekom PSU digelar sebanyak 3 kali yang mana rapat pertama pada Rabu 14 Februari pukul 19.00 WIB membahas soal temuan PSU di Delta Pawan dan Kendawangan, kemudian rapat kedua Jumat 16 Februari pukul 16.00 WIB membahas terkait laporan hasil pengawasan klarifikasi kejadian di Delta Pawan dan Kendawangan dan dalam dua kali rapat fokus membahas persoalan di Delta Pawan dan Kendawangan serta tidak pernah membahas persoalan di TPS 11 Tuan-Tuan bahkan di rapat ketiga dihari yang sama pukul 19.00 WIB membahas soal keputusan Delta dan Kendawangan.
“Jadi usulan pembahasan TPS 11 Benua Kayong diusulkan Jami Surahman dan ketika rapat pleno digelar dasarnya dokumen yakni fotocopi KTP Syahrian, foto daftar hadir yang dikirim ke WA Grup Komisioner Bawaslu oleh Jami Surahman,” terangnya.
Ari melanjutkan, bahwa dalam rapat pleno yang digelar juga tidak pernah ada dokumen Formulir atau Form A hasil pengawasan baik dari Panwascam, PKD maupun PTPS yang mana hal tersebut tidak seperti PSU di Kecamatan Delta Pawan dan Kendawangan yang lengkap dengan bukti dokumen dan Form A pengawasan jajaran di bawah Bawaslu Ketapang.
Atas dasar tersebut, dirinya bertanya darimana informasi persoalan TPS 11 Tuan-Tuan di dapatkan dan dijawab oleh Jami Surahman bahwa informasi berawal dari masyarakat yakni Saksi Partai Nasdem melalui via telepon dan diteruskan ke Panwascam, saat itu dirinya meminta dibuat laporan terlebih dahulu agar jelas alur penanganannya misalkan siapa identitas pelapor, waktu dan tempat kejadian serta seperti apa kejadiannya.
“Dalam rapat pleno juga diundang 3 Panwascam Benua Kayong yang dari hasil penelusuran dan pengakuan Panwascam bahwa informasi soal TPS 11 berasal dari Jami Surahman, bahkan Panwascam menyampaikan surat suara yang diterima Syahrian hanya 4 jenis surat suara,” akunya.
Usai mendengarkan keterangan Panwascam, rapat pleno dilanjutkan kembali, dimana Ketua Bawaslu menanyakan kepada forum apakah kejadian ini hanya adminiatrasi, PSU atau pidana dan jika PSU apakah surat rekomendasi digabung dengan 2 Kecamatan lainnya atau dipisah. Dalam kesempatan tersebut
Jami Surahman menyampaikan bahwa unsur PSU lengkap dan meminta surat rekomendasi PSU untuk TPS 11 Tuan-Tuan digabung dengan surat PSU Kecamatan Delta dan Kendawangan.
Diakuinya, dirinya meminta agar alur penanganan pelanggaran harus jelas dengan mekanisme tatacara dan administrasi yang mana jika ini merupakan laporan maka harus sesuai Perbawaslu 7 dan baru kemudian dilakukan rekom PSU.
“Saya menyampaikan rekomendasi PSU di Delta Pawan dan Kendawangan di kirim dahulu sedangkan TPS 11 Tuan-Tuan menyusul setelah alur penanganan pelanggaran jelas namun hasil keputusan rapat malah TPS 11 rekomendasi PSU digabung dan bersamaan dengan Delta Pawan dan Kendawangan, dan saya dalam pleno tersebut jelas membuat catatan menyetujui PSU untuk Delta Pawan dan Kendawangan sedangkan untuk TPS 11 Tuan-Tuan sesuai pendapat saya dalam pleno bahwa perbedaan pendapat saya karena persoalan TPS 11 didasarkan pada daftar absen pemilih DPK yang dikirim Jami Surahman di WA Grup Komisioner Bawaslu yang diduga dibuat oleh satu orang karena tulisan dan tanda tangan yang mirip semuanya,” tegasnya.
Ari menerangkan, bahwa dalam pembahasan pleno TPS 11 Tuan-Tuan selain tidak pernah ada Form A pegawasan dari Panwascam, PKD, PTPS juga terkesan mengabaikan informasi dari Panwascam tentang 4 Jenis Surat Suara yang diperoleh oleh Syahrian serta tidak menggunakan mekanisme penanganan laporan.
“Form A Pengawasan soal TPS 11 muncul setelah pleno dilakukan, ini sangat berbeda dengan keputusan rekomendasi PSU untuk Kecamatan Delta Pawan dan Kendawangan yang dibahas intensif, jadi apa yang saya sampaikan saya buat dengan sebenar-benarnya,” jelasnya.
Sementara itu, Anggota Bawaslu lainnya, Hardi Maraden yang tidak ikut serta dalam penandatangan rapat pleno PSU mengaku kalau dirinya tidak hadir dalam rapat pleno tersebut.
“Saya ada izin cuma tidak dicatat dalam pleno, karena waktu itu anak saya balita sakit,” kilahnya.
Sedangkan dari keterangan saksi pengadu, diantaranya mantan PTPS TPS 11 Tuan-Tuan, Rohandiansyah mengaku kalau sebelumnya tidak ada masalah apapun saat pelaksanaan pemungutan, perhitungan suara di TPS 11 hingga kotak suara digeser di Kantor Kelurahan tidak ada yang komplain baik dari KPPS hingga saksi partai.
“Tanggal 15 sore saya ditelpon PKD untuk kumpul di rumah PKD, disana sudah ada Anggota Panwascam bernama Megdad, mereka meminta saya mencari KTP pemilih TPS 11 yang nomor KTP bukan KTP wilayah Benua Kayong dan saya dapatkan, kemudian jam 5 sore saya diminta untuk membuat Form A untuk dikirim ke Siwaslu dan Panwascam, jam 7 malam saya selesai buat dan di Form semua berjalan aman dan lancar,” tuturnya.
Sementara itu, Syahrian mengaku kalau dirinya tinggal di Marau sesuai domisili yang tertera di KTPnya, hanya saja saat pemungutan suara dirinya tinggal di Benua Kayong lantaran menunggu pengurusan KTP barunya.
“Saya jualan roti sambil nunggu pengurusan KTP, saat hari pencoblosan saya lewat di depan TPS kemudian dipanggil untuk memilih, saya masuk dan dikasi hanya 4 surat suara saja bukan 5 surat suara, bahkan saya juga tidak dikasi mengisi absen saya langsung diberi surat suara dan dari 4 surat suara saya cuma mencoblos untuk Presiden sisanya tidak saya coblos,” tegasnya.
Sedangkan, Mantan anggota Panwascam Benua Kayong, Heryani mengatakan kalau dirinya baru mengetahui masalah pada tanggal 15 sore setelah mendapat informasi dari Ketua Panwascam.
“Saat itu saya langsung berkumpul di kantor panwascam disana didapat informasi bahwa asa beberapa NIK KTP yang diminta untuk kami telusuri dan setelah ditelusuri ditemukan Syahrian pemilih dengan alamat KTP Marau,” jelasnya.
Dia melanjutkan, pada tanggal 16 Februari pihak Panwascam mengundang PPK Benua Kayong untuk dilakukan koordinasi dan klarifikasi terhadap hal tersebut dan di dalam pertemuan tersebut PPK mengakui asanha kelalaian sehingga terjadinya warga yang mencoblos.
“Menurut PPK dan Ketua PPS bahwa Syahrian hanya diberikan 4 surat suara diluar surat suara DPRD Kabupaten oleh KPPS. Setelah pertemuan dengan PPK kami diminta untuk datang ke Bawaslu dan kami bertiga datang dan sampaikan hasil klarifikasi dengan PPK termasuk jumlah surat suara yang didapat pemilih berjumlah 4 surat suara ke Bawaslu Ketapang,” jelasnya.
Dia menambahkan, selain keterangan soal jumlah surat suara yang diterima, pihaknya mendapat informasi bahwa saat pencoblosan penyelenggara tidak menemukan draf absen pemilih DPK yang disediakan oleh KPU sehingga daftar hadir DPK dibuat manual dan diparaf oleh KPPS.
“Setengah perjalan baru draf asli ditemukan dan kemudian disalin dari absen manual ke absen asli, penyalinan NIK benar tapi tanda tangan diparaf,” tuturnya.
Sementara itu, Kuasa Hukum pengadu, Dewa M Satria menilai bahwa banyak hal menarik yang terungkap saat sidang etik berlangsung, diantaranya soal perbedaan pendapat di Komisioner Bawaslu Ketapang hingga soal teradu Jami Surahman yang terkesan paling pro aktif terkait kasus di TPS 11 Tuan-Tuan.
“Dari keterangan Ari Asari jelas bahwa dalam memutuskan PSU 5 Surat Suara di TPS 11 Tuan-Tuan, Bawaslu tidak mengindahkan keterangan Panwascam mengenai 4 surat suara, dan tidak melalui mekanisme penanganan laporan termasuk lucunya bahwa sekelas Komisioner Bawaslu menerima laporan via telepon namun tidak bertanya soal siapa pemberi informasi tersebut padahal jelas dalam penanganan pelanggaran harus terpenuhi syarat formil dan materil sehingga patut diduga apakah benar ada saksi parpol yang memberi laporan awal atau itu hanya fiktif atau saksi parpol itu siapa sehingga terkesan ditutupi identitasnya,” jelasnya.
Terlebih, menurut Dewa dari informasi beredar di lapangan yang pihaknya sempat dengar bahwa selain Caleg bernama Wasti yang merupakan Paman dari Jami Surahman, beredar kabar bahwa saksi partai nasdem di TPS 11 Tuan-Tuan bernama Azis merupakan sepupu Jami Surahman begitu pulak dengan Ketua PPS Tuan-Tuan bernama Abrar.
“Mungkin bisa menjadi bahan majelis dalam mempertimbangkan perihal kasus ini jika memang benar seperti itu, selain itu mengenai dugaan pemalsuan daftar hadir seperti informasi Ari Asari sampaikan maka kami akan segera membuat laporan ke Polda Kalbar,” tegasnya.
Selain itu, Dewa menjelaskan bahwa dari jalanya persidangan DKPP ditemukan adanya fakta hukum bahwa terhadap form A hasil pengawasan PTPS yang ditandatangani oleh Rohadiansyah diduga telah dipalsukan.
Bahkan, menurut Dewa dari keterangan Heryani bahwa Panwascam diminta membuat Form A sesuai dengan remomendasi Bawaslu dimana rekomendasi Bawaslu sudah terlebih dahulu diserahkan ke KPU untuk PSU 5 surat suara berbeda dengan keterangan PPK dan PPS.
Untuk diketahui, sidang ini dipimpin oleh Ketua Majelis I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi serta tiga Anggota Majelis, yaitu Syafarudin Daeng Usman (TPD Provinsi Kalbar unsur Masyarakat), Heru Hermansyah (TPD Provinsi Kalbar unsur KPU), dan Mursyid Hidayat (TPD Provinsi Kalbar unsur Bawaslu). (mad)