KETAPANG, MENITNEWS.id – Persatuan Wartawa Indonesia (PWI) Ketapang dan Aliansi Jurnalis Ketapang (AJK) menyambangi Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Ketapang, Selasa (4/6). Mereka menyampaikan pernyataan sikap penolakan terhadap Revisi Undang-Undang Penyiaran.
Pernyataan sikap secara tertulis ini disampaikan langsung oleh Ketua PWI, Ahmad Sofi dan AJK, Theo Bernadhi, kepada Ketua Komisi II DPRD Ketapang, Uti Royden Top. “Setelah kami pelajari bersama kawan-kawan wartawan di Ketapang, kami sepakat jika kami menolak terhadap RUU Penyiaran ini,” tegas Ketua PWI Pokja Ketapang, Ahmad Sofi.
Dia menjelaskan, RUU Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 ini dianggap sebagai kemunduran dan pengekangan terhadap pers. Di mana terdapat pasal yang membatasi kinerja pers. Salah satunya pasal 50 b ayat 2 huruf c tentang Standar Isi Siaran (SIS) yang melarang penayangan eksklusif jurnalistik investigasi.
Selain itu, terdapat pasal yang dianggap tidak relevan. Di mana sengketa jurnalistik yang seharusnya menjadi ranah dewan pers, khususnya di bidang penyiaran, justru diambil alih Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
“Kami dari PWI dan AJK menilai di dalam RUU Penyiaran terdapat pasal-pasal kontroversi yang menimbulkan dampak terhadap mundurnya demokrasi pers Indonesia. Kami menganggap pasal-pasal RUU Penyiaran bertentangan atau terjadi tumpang tindih hukum,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua AJK, Theo Bernadhi, menegaskan dengan adanya RUU Penyiaran, khususnya pasal yang membatasi penayangan eksklusif berita investigasi, adalah kemunduran demokrasi pers. “Selama ini banyak kasus yang masih samar-samar, bahkan terkesan ditutupi, berhasil diungkap melalui berita investigasi,” ungkap Theo.
“Oleh karena itu, dengan adanya pasal pelarangan ini akan membuat kinerja kami untuk mengungkap kasus yang mungkin sengaja ditutupi, akan sangat sulit, bahkan tidak bisa lagi. Ini jelas kemunduran demokrasi pers,” tegasnya.
Dia menegaskan, selain menolak RUU Penyiaran, pihaknya juga telah mengambil sikap dengan membuat pernyataan sikap yang disampaikan kepada DPRD Ketapang. Dia berharap, pernyataan sikap ini bisa naik hingga tingkat pusat.
Ada empat poin pernyataan sikap yang dikeluarkan oleh PWI dan AJK. Pertama, meminta agar DPR RI menghentikan pembahasan RUU Penyiaran yang mengandung beberapa pasal kontroversi. Kedua, DPR RI harus melibatkan organisasi pers, akademisi, dan masyarakat sipil dalam penyusunan kebijakan yang berkaitan dengan kebebasan pers dan kebebasan berekspresi.
Ketiga, memastikan bahwa setiap regulasi yang disusun dan dibuat sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan kebebasan pers. Terakhir, meminta Ketua DPRD Kabupaten Ketapang menandatangani nota kesepahaman, menolak RUU Penyiaran yang memicu kontroversi.
Ketua Komisi II DPRD Ketapang, Uti Royden Top, mengatakan pihaknya akan menyampaikan surat pernyataan sikap tersebut kepada ketua DPRD Ketapang untuk selanjutnya diteruskan ke DPR RI. “Nanti kami sampaikan ke ketua DPRD Ketapang dulu, setelah itu baru disampaikan ke DPR RI,” kata Uti.
Dia mengaku, pihaknya mendukung terhadap RUU Penyiaran tersebut jika membuat semuanya lebih baik, khususnya dalam pers. Akan tetapi, jika RUU Penyiaran tersebut membawa kemunduran dalam dunia pers, maka pihaknya juga menolak.
“Kami tahu peran pers ini sangat penting. Contohnya banyak kasus yang diungkap oleh pers. Oleh karena itu, jika RUU Penyiaran ini membuat pers lebih baik, kami mendukung. Tapi jika membuat pers ini semakin mundur, kami juga menolak,” ungkapnya. (as)