PONTIANAK, MENITNEWS.id – Wakil Bupati Ketapang, Farhan, menghadiri high level meeting penghapusan kemiskinan ekstrem dan percepatan penurunan stunting di Provinsi Kalimantan Barat. Kegiatan yang berlangsung di salah satu hotel di Kota Pontianak pada Rabu (21/2) ini dihadiri perwakilan kepala daerah se-Kalbar.
Farhan menjelaskan, di Kabupaten Ketapang persentase penduduk miskin sejak tahun 2022 totalnya 9,39 persen dari jumlah pendudukan Kabupaten Ketapang sebanyak 575.900 jiwa. Pada 2023 sedikit mengalami penurunan menjadi 9,25 persen.
“Sedangkan kemiskinan ekstrem di Kabupaten Ketapang sebesar 3,57 persen dari total 575.900 jiwa penduduk Kabupaten Ketapang,” jelas Farhan di hadapan Pj. Gubernur Kalbar dan jajaran Pemprov Kalbar.
Dia mengungkapkan, ada beberapa hal yang menjadi kendala Pemkab Ketapang dalam penanganan kemiskinan di Kabupaten Ketapang. Di antaranya data kemiskinan yang belum akurat, keterbatasan sumber daya, baik anggaran tenaga maupun infrastruktur, belum meratanya akses pendidikan dan kesehatan, serta masih tingginya angka pengangguran mencapai 6,71 persen di tahun 2022.
“Selaun itu, bencana alam seperti kebakaran dan banjir yang merusak infrastrur dan produksi pangan serta kondisi insfrastruktur jalan yang masih belum merata dalam kondisi baik juga ikut mempengaruhi. Termasuk juga tingginya angka perkawinan dan minimnya angkatan kerja yang terlatih,” ujarnya.
Farhan menegaskan, Pemkab Ketapang sudah berupaya untuk mengentaskan kemiskinan. Di antaranya dengan mengembalikan anak dan dewasa putus sekolah, pengendalian inflansi daerah, pemberian pelatihan kerja dan sertifikasi, pemberian bantuan dan pendampingan wirausaha kepada kelompk rentan.
“Termasuk juga program rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni (RTLH), melakukan proses pemutakhiran data secara berkala agar Bansos tepat sasaran, pemberian BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan bagi pekerja rentan 100 peserta setiap desa,” ungkapnya.
Selain itu, dia juga menyampaikan bahwa jumlah penduduk yang terdampak stunting di Kabupaten Ketapang pada 2022 mencapai 19,47 persen dan pada 2023 sebesar 19,04 persen.
“Dalam penanganan stunting ada kendala yang dihadapi. Di antaranya capaian balita yang ditimbang masih rendah, akses air bersih yang kurang mencukupi, akses sanitasi kurang mencukupi, tingginya angka pernikahan anak, tingkat kesadaran masyarakarat terkait pola hidup sehat sangat kurang, serta kurang optimalnya dana desa untuk penurunan stunting,” paparnya.
Dia menambahkan, upaya yang dilakukan untuk penurunan stunting di antaranya peningkatan akses terhadap air bersih dan sanitasi yang baik, penguatan kader posyandu PKK GOW, pendamping sosial PKH, dalam upaya pencegahan dan penanggulangan stunting dan edukasi gizi dan pola makan seimbang. “Kami juga melibatkan pihak swasta dalam penanggulangan kemiskinan dan stunting juga kami ada program air bersih,” ucap Farhan.
Sementara itu, Pj Gubernur Kalimantan Barat, Harisson, mengatakan faktor stunting itu sebenarnya memang keadaan ekonomi dan pendidikan masyarakat yang masih belum baik. Menurutnya, pemberdayaan masyarakat yang mengedepankan aspek pertumbuhan, keadilan sosial dan keterjangkauan juga agar menjadi perhatian bersama.
“Semua upaya ini hanya mungkin terwujud melalui kolaborasi dan kerja keras seluruh pemangku kepentingan. Kinerja aktif seluruh kepala daerah menjadi prasyarat mutlak tercapainya target penurunan kemiskinan ekstrem dan penurunan angka stunting,” katanya. (*)