KETAPANG, MENITNEWS.id – Dewan Pimpinan (DP) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Ketapang menggelar workshop penguatan moderasi meragama dan kerukunan umat beragama di Hotel Aston Ketapang pada 29-30 September 2023. Kegiatan tersebut dibuka oleh Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesra, Heriyandi.
Heriyandi, mengatakan kerukunan umat beragama merupakan modal yang sangat berharga bagi kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara. “Selain itu juga merupakan modal utama dalam pembangunan,” kata Heryandi saat membuka workshop penguatan moderasi beragama dan kerukunan umat beragama di Hotel Aston Ketapang, Jumat (29/9) malam.
Dia menjelaskan, kerukunan umat beragama adalah sesuatu yang dinamis yang dapat berubah sesuai dengan perilaku para pendukungnya. Oleh karena itu, perilaku para pemimpin agama dan tokoh masyarakat memegang peranan penting dalam menjaga iklim kondusif.
“Pentingnya hubungan antarumat beragama, yaitu hubungan komunikatif yang tidak terbatas pada tokoh agama, akan tetapi melibatkan para tokoh adat, budaya dan pejabat birokrasi pemerintahan,” jelasnya.
Selain itu, Kabupaten Ketapang merupakan salah satu daerah terbuka dan plural, dengan keberagaman etnis, suku dan agama. Merupakan karunia Yang Maha Kuasa yang harus selalu disyukuri dan dijaga keharmonisannya, kerena merupakan kekayaan dan aset daerah.
“Keberagaman yang selama ini kita jaga tampak seperti mozaik yang indah. Kita sudah membuktikan bahwa kita bisa dan mampu melewati beberapa masa krisis kebangsaan, seperti yang pernah terjadi di daerah lain,” ungkapnya.
Dia berharap, kegiatan yang diselenggarakan DP MUI Kabupaten Ketapang ini dapat meningkatkan kerukunan antar etnis dan antar agama di Kabupaten Ketapang, yang selama selama ini dinilainya sudah terjalin dengan sangat baik.
“Besar harapan saya agar kegiatan ini dapat memberikan manfaat dalam pengembangan kerukunan hidup umat beragama Kabupaten Ketapang. Mari kita bangun kerukunan dan kebersamaan di Kabupaten Ketapang dengan hidup rukun dan damai,” Pintanya.
Ketua panitia, As’ad Afifi, mengatakan kegiatan ini bertujuan untuk memperkuat moderasi beragama dan kerukunan antarumat beragama di Kabupaten Ketapang yang selama ini telah terjalin dan terjaga dengan baik. Kemudian, menjaga dan memelihara Kabupaten Ketapang tetap kondusif selamnya dengan kemajemukan pemeluk agama dan etnis yang ada.
“Tak kalah pentingnya juga meningkatkan kesadaran masyarakat sebagai pemeluk agama di Kabupaten Ketapang akan pentingnya moderasi dan kerukunan umat beragama,” katanya.
Kegiatan ini diikuti 100 peserta yang merupakan utusan dari unsur pimpinan MUI Kabupaten Ketapang, pimpinan MUI Kecamatan se-Ketapang, pimpinan ormas dan OKP Islam, pimpinan lembaga keagamaan non Islam dan ketua OKP non Islam. “Ada empat narasumber yang menjadi pembicara. Kepala Kantor Kemenag Ketapang, Kapolres Ketapang, Ketua FKUB Kabupaten Ketapang, Ketua DP MUI Kabupaten Ketapang,” ungkapnya.
Kepala Kantor Kemenag Ketapang, Syarifendi, mengatakan ulama dalam kedudukannya sebagai pemimpin informal di tengah masyarakat memilki peran yang penting dan strategis untuk memperkokoh sendi-sendi etika, moral dan spiritual kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Para ulama tidak hanya berperan dalam menjaga moral bangsa, tetapi sekaligus mencerahkan dan mencerdaskan umat dengan ajaran nilai-nilai Islam secara kaffah. Dalam dunia modern pun peran, fungsi serta tanggung jawab Ulama tidak akan pernah akan tergantikan,” terang Syarifendi.
Para ulama menurut Syarifendi, tidak boleh tingal diam apalagi bersikap apatis terhadap kondisi dan fenomena yang terjadi di masyarakat. Ulama diharapkan berdiri paling depan dalam menyuarakan kebenaran dan mencegah kerusakan dimasyarakat. Ulama memiliki tanggung jawab moral yang tidak hanya mencakup masalah ibadah, tetapi juga termasuk kemaslahatan
“Saya memandang pentingnya revitalisasi peran dan fungsi ulama di tengah kehidupan umat dan bangsa. Dalam masyarakat yang sedang berubah dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern yang yang cenderung berpikir rasional dan pragmatis, peran dan fungsi ulama harus diperkuat,” pintanya. (*)