KETAPANG, MENITNEWS.id – Diduga karena tidak dipenuhi keinginan meminta uang sebesar Rp 150 juta, oknum Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Ketapang diduga melakukan upaya pencemaran nama baik terhadap salah satu pengusaha di Kalimantan Barat (Kalbar). Hal ini membuat sang pengusaha melalui kuasa hukumnya akan melaporkan oknum LSM tersebut ke Kepolisian.
Kuasa hukum AS, Paul Hariwijaya Bethan mengatakan kalau pihaknya sedang mengumpulkan bukti-bukti adanya dugaan pencemaran nama baik dan upaya pemeresan yang dilakukan oleh Sekjend LSM Gasak bernama Hikmat Siregar terhadap kliennya.
“Secepatnya akan kami laporkan ke Polisi, karena oknum LSM ini sudah kerap kali menyebarkan informasi tidak benar dan terkesan menghakimi klien kami,” katanya, Rabu (15/2/2023).
Padahal, lanjut Paul, statmen yang disampaikan oleh Hikmat Siregar di salah satu media online tidak terbukti secara hukum bahkan hanya terkesan menggiring opini dan menyudutkan kliennya, padahal kasus dugaan korupsi yang melibatkan Mantan Kepala Desa Bantan Sari Kecamatan Marau sudah inkrach atau diputus oleh Pengadilan Negeri (PN) Tipikor dengan terpidana mantan Kepala Desa dan Bendahara Desa.
“Dalam kasus itu jelas terpidana hanya dua orang yakni LH, dan PT, dan selama persidangan hingga putusan tidak ada nofum atau bukti baru yang melibatkan klien kami, sehingga kasus ditutup bahkan terpidana sudah menjalani hukuman, tetapi oknum LSM itu terus menyerang klien kami dengan membuat opini seolah klien kami bersalah dan harus ditangkap padahal selama proses persidangan di pengadilan klien kami sama sekali tidak terlibat bahkan tidak ada bukti-bukti hukumnya, klien kami hanya menjadi saksi dan terkait klien kami tidak hadir saat persidangan secara hukum itu tidak jadi masalah sebab semua keterangan klien kami sudah diambil di bawah sumpah dan dimuat di dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP-red) yang kemudian digunakan dalam persidangan,” tegasnya.
Untuk itu, Paul menduga ada motif lain yang diinginkan oleh Oknum LSM ini, lantaran sebelum gencar menjadi narasumber di salah satu media online dengan menyudutkan kliennya, oknum LSM ini bersama dengan rekanannya kerap mengirim link pemberitaan guna mengajak bernegosiasi, bahkan puncaknya kliennya pernah dimintai uang sebesar Rp 150 juta untuk mengamankan dari kasus ini.
“Dulu karena klien kami tidak kuasa namanya sering di cemarkan dan di sudutkan kemudian oknum LSM bersama rekanannya meminta uang maka diberi Rp 20 juta dan mereka berjanji tidak menyudutkan klien kami, tapi berjalan waktu tetap saja dilakukan hingga pada November 2022 lalu oknum LSM meminta uang Rp 150 juta karena ingin menikahkan anaknya dengan dalih bisa mengamankan klien kami dari persoalan ini, padahal jelas dalam kasus itu klien kami sudah terbukti tidak terlibat dan kasusnya sudah diputus dengan terpidana mantan kepala desa dan bendahara desa,” ketusnya.
Paul menambahkan, kalau apa yang dilakukan oknum LSM bersama rekannya diduga seperti sebuah sindikat yang mana mereka bekerja dengan menakut-nakuti kliennya seolah-olah kliennya bersalah dan akan dipenjara dan kemudian berjanji dapat mengamankan kliennya dari persoalan yang sebenarnya sudah selesai di mata hukum.
“Sekarang bukti link berita dengan statmen oknum LSM dan bukti chat dan rekaman lsm dan rekannya yang meminta sejumlah uang sedang kami siapkan dan segera kami laporkan, ini penting karena lembaga LSM merupakan lembaga kontrol yang harusnya bekerja dengan data bukan ucapan untuk menakuti orang, kasian rekan-rekan LSM yang bekerja dengan baik dan untuk kepentingan masyarakat harus dinodai dengan oknum LSM yang bekerja untuk meminta uang dan menakut-nakuti orang tanpa data jelas,” tuturnya.
Sementara itu, Wan Usman satu diantara karyawan pengusaha membenarkan kalau oknum LSM bersama rekannya pernah meminta uang sebesar Rp 20 Juta dengan dalih mengamankan dan tidak akan menyudutkan atasannya. “Pernah, dan uang langsung dikirim ke rekening rekanan LSM tersebut, bukti transfer juga ada,” katanya.
Usman mengaku kalau dirinya memang mengenal oknum LSM dan rekannya berinisial SY, bahkan mereka sering meminta dirinya untuk mengkomunikasikan agar diberi sesuatu jika tidak ingin diberitakan.
“Sering, sudah dibantu tapi malah minta komunikasikan akhirnya saya tidak merespon dan sampai mereka meminta uang Rp 150 juta dan tidak diberi akhirnya menyerang dengan memberitakan terkesan menghakimi tetapi tidak ada buktinya karena yang berhak mengadili pengadilan sedangkan pengadilan sudah memvonis kasus itu dan sama sekali atasannya tidak terbukti terlibat dan hanya menjadi saksi,” terangnya. (*)