Sosialisasikan Perda Perlindungan Gambut dan Mangrove

Teks foto
SOSIALISASI : Wabup Ketapang, Farhan, membuka kegiatan sosialisasi Perda Provinsi Kalbar nomor 8 tahun 2021 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut dan Mangrove, di Kantor Bupati Ketapang, Jumat (1/7).

KETAPANG, MENITNEWS.id – Pimpinan dan anggota DPRD Provinsi Kalimantan Barat mensosialisasikan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat nomor 8 tahun 2021 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut dan Mangrove. Sosialisasi tersebut di laksanakan di ruang rapat Utama Kantor Bupati Ketapang, Jumat (1/7).

Kegiatan tersebut dihadiri Wakil Bupati Ketapang, Farhan, Ketua DPRD Provinsi Kalbar, M Kebing L, Ketua DPRD Kabupaten Ketapang, M Febriadi, Wakil Ketua DPRD Provinsi Kalbar, Prabasa Anantatur, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Ketapang, Jamhuri Amir, Ketua Badan Pembentukan Perda Provinsi Kalbar, Thomas Alexander, Ketua Badan Pembentukan Perda Ketapang, serta sejumlah pejabat di lingkungan Pemkab Ketapang.

Wakil Bupati Ketapang, Farhan, mengatakan kondisi ekosistem gambut dan mangrove terus mengalami kerusakan akibat meningkatnya pemanfaatan yang tidak sesuai dengan ketentuan. Kerusakan ekosistem gambut dan mangrove tentunya menjadi ancaman bagi kelestarian lingkungan hidup.

Pemerintah melalui Presiden, Joko Widodo, kembali menegaskan komitmennya untuk melakukan pemulihan lingkungan dengan mempercepat rehabilitasi ekosistem gambut dan mangrove, termasuk mengubah Badan Restorasi Gambut menjadi Badan Restorasi Gambut Dan Mangrove (BRGM).

Ekosistem gambut memiliki keterikatan dengan ekosistem mangrove. Keberadaan mangrove penting untuk melindungi pulau dari abrasi dan kerusakan mangrove tentunya dapat pula menjadi ancaman bagi ekosistem gambut yang ada, karena kedua ekosistem ini banyak juga yang saling berhubungan.

“Berdasarkan data dan informasi dari Pusat Penelitian Kehutanan International (Cifor), kedua ekosistem ini sangat baik dalam menyerap dan menyimpan karbon dan berperan penting dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim,” kata Farhan.

Mangrove di Indonesia mampu menyimpan 3.14 miliar ton karbon atau sepertiga dari karbon dalam ekosistem pesisir dunia. Sementara gambut di Indonesia diketahui mampu menyimpan 57 gigaton karbon. “Dengan kemampuan itu, maka jelas kedua ekosistem ini memiliki peran penting dalam pengendalian perubahan iklim,” jelasnya.

Berdasarkan data Badan Restorasi Gambut, target realisasi restorasi lahan gambut di Provinsi Kalimantan Barat seluas 119,634 hektare. Target di Kabupaten Ketapang seluas 29.701 hektare atau 24,83 persen dari luas restorasi gambut Kalimantan Barat, dan terendah kedua setelah Kabupaten Kubu Raya yang mencapai luas 48,763 hektare atau 40,76 persen. Ada tiga kabupaten yang memiliki luas target restorasi gambut, yaitu:m Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Ketapang, dan Kabupaten Kayong Utara.

Farhan mengungkapkan, dengan telah ditetapkannya Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat nomor 8 tahun 2021 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut dan Mangrove, diharapkan dapat mencegah terjadinya kerusakan ekosistem gambut dan mangrove melalui tata kelola ekosistem gambut dan mangrove yang baik sistematis, harmonis dan sinergis dengan perencanaan pembangunan nasional dan daerah.

“Kelestarian lingkungan hidup amatlah penting bagi kita, termasuk dalam menjaga ekosistem gambut dan mangrove. Perlu tindakan nyata dan kepedulian kita terhadap lestarinya alam dan kehidupan. Semua ini bisa dimulai dari diri kita sendiri. Marilah jaga lingkungan demi hidup dan kehidupan,” ajak Farhan.

Terkait dengan lahan gambut, Kabupaten Ketapang merupakan salah satu kabupaten yang mempunyai tingkat kerawanan dan risiko tinggi terhadap kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Pada 2015 dan 2019 karhutla terjadi hampir di seluruh wilayah Provinsi Kalimantan Barat, termasuk di Kabupaten Ketapang. Yang terparah terjadi pada lahan hambut.

Kebakaran lahan gambut juga terjadi di Kabupaten Ketapang tepatnya di dua Kesatuan Hidrologi Gambut (KHG) di Kecamatan Matan Hilir Selatan, yaitu KHG Sungai Pawan Sungai Kepuluk, dan KHG Sungai Kepulu Sungai Pesaguan yang keduanya disebut sebagai lanskap Pelang atau lanskap Pawan Kepulu.

Posisi geografis kedua KHG tersebut juga sangat berdekatan dengan Ibukota Kabupaten Ketapang dan Bandar Udara Rahadi Oesman. Dampak asap yang terjadi di lanskap tersebut mengganggu berbagai aktivitas masyarakat, pemerintah, dan dunia usaha, termasuk terganggunya penerbangan dari Ketapang ke segala jurusan

Menurut Farhan, sosialisasi perda ini penting dalam upaya memberikan informasi dan pemahaman hukum kepada masyarakat dan pihak terkait, sehingga perda yang sudah diundangkan dapat dijalankan dengan baik. “Keberadaan perda tidak hanya berfungsi sebagai sosial kontrol, namun juga dapat menjalankan fungsi perekayasaan sosial atau perubahan, sehingga perda dapat memberikan kemanfaatan kepada masyarakat,” tutup Farhan.

Sementara itu, Ketua DPRD Provinsi Kalbar, M Kebing L, menyampaikan terimakasih kepada wakil Bupati Ketapang, karena telah memberikan tempat dan waktunya untuk kegiatan tersebut. “Saya di sini kebetulan tidak sendiri, akan tetapi bersama dengan beberapa anggota DPRD Provinsi Kalbar. Di mana sebagian adalah asli dari Kabupaten Ketapang,” ungkapnya.

Kebing berharap para tamu undangan dan peserta sosialisasi ini dapat lebih memahami dan mengerti tentang pentingnya fungsi hutan mangrove dan gambut, untuk nantinya biar tidak salah kaprah di lapangan. (*)

Berita Terkait