CMI Ancam Pidanakan Warga Penuntut Ganti Rugi

teks foto

Juliannadi menunjukkan surat dari CMI yang berisi ancaman pidana kepadanya atas gugatan ganti rugi pohon sawit yang rusak akibat aktivitas penambangan CMI di Sandai.

KETAPANG, MENITNEWS.id – Warga Desa Sandai Kiri, Kecamatan Sandai yang menuntut ganti rugi kepada PT Cita Mineral Investindo (CMI) Harita Group, justru diancam akan dipidanakan. Juliannadi, yang menutut agar perusahaan mengganti pohon sawit yang mati akibat aktivitas penambangan, justru dianggap melakukan pemerasan dan melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Hal ini bermula saat puluhan pohon sawit milik neneknya rusak akibat aktivitas penambangan PT CMI. Dia pun menuntut ganti rugi kepada pihak perusahaan. Namun, CMI menandatangani sebuah surat yang di dalamnya terdapat beberapa poin yang justru merugikan, bahkan mengancam warga yang menutut dengan pidana.

Salah satu poin yang terdapat di dalam surat tersebut menyebutkan, apabila penerima kuasa dari warga tetap memaksanakan nilai ganti rugi di luar batas kewajaran, maka dapat diduga hal ini merupakan bentuk lain dari tindak pidana pemerasan dan atau tindak pidana informasi dan transaksi elektronik (ITE). “Kita tersinggung dengan isi surat CMI terkait tuntutan ganti rugi yang kami sampaikan. Mereka terkesan menakut-nakuti dan mengancam kami,” kata Juliannadi, kemarin (14/6).

Dia menjelaskan, dalam surat yang diterimanya beberap waktu lalu, pihak perusahaan menilai tuntutan ganti rugi dirinya merupakan sebuah pemerasan. Padahal perusahaan mengakui kalau kerusakan puluhan pohon sawit milik neneknya akibat ulah dan kelalaian perusahaan. “Kenapa warga yang menuntut haknya dinilai sebagai pemerasan? Terkecuali kebun nenek saya rusak sendiri kemudian kami menuntut perusahaan ganti rugi, baru bisa dibilang kami memeras,” jelasnya.

Dia menutut perusahaan membayar Rp8 juta perpohon yang rusak. Nilai tersebut dianggap sudah sesuai, karena pohon sawit yang rusak sudah berusia delapan tahun. “Menurut kami itu sesuai, karena kami mempertimbangkan biaya keluar dari awal penggarapan lahan, pembelian bibit, perawatan hingga pemupukan yang menggunakan biaya besar. Jadi, itu menjadi pertimbangan kami,” ungkapnya.

“Sementara perusahaan cuma mau membayar Rp20 juta untuk semua pohon sawit yang rusak dengan alasan sesuai aturan. Maka itu sama saja mereka ingin menzalimi kami. Giliran ganti rugi menggunakan aturan, giliran merusak mereka mengabaikan dan melalaikan aturan yang ada,” lanjutnya.

Juliannadi meminta agar Pemerintah Kabupaten Ketapang dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) membantu mengawal persoalan ini agar masyarakat tidak di benturkan dengan aparat penegak hukum hanya karena menuntut ganti rugi. “Saya juga sudah mengirim surat ke Camat Sandai agar dapat memfasilitasi mediasi penyelesaian masalah ini. Sampai sekarang tidak ada kepastian dan titik terang soal ganti rugi ini,” ungkapnya.

Camat Sandai, Sabran, meminta agar persoalan ini diselesaikan secara baik-baiknya dan tidak dibawa keranah hukum. “Surat permintaan mediasi dari warga sudah kami terima pekan lalu. Kita pasti tindak lanjuti untuk mempertemukan kedua belah pihak. Sekarang kita tinggal mengatur jadwalnya,” kata Sabran.

Menurutnya, dari informasi warga sebelumnya juga telah dilakukan mediasi, baik di tingkat desa hingga ke Polsek Sandai, namun belum ada titik temu terkait tuntutan ganti rugi ini. Dia juga mengaku tidak setuju jika persoalan ini kemudian ditarik-tarik ke ranah hukum. “Harapan saya persoalan bisa diselesaikan secara baik-baik. Jangan sedikit-sedikit dibawa ke ranah hukum. Perusahaan ini datang bukan untuk menjajah masyarakat, tapi mensejahterakan masyarakat. Jadi harus dicarikan solusinya,” ungkapnya.

Untuk itu, Sabran meminta agar perusahaan melakukan kewajibannya jika memang benar kerusakan kebun sawit warga akibat salah perusahaan. “Bisa saja nanti kita turun kembali bersama-sama kelapangan melihat dampak kerusakan agar bisa sama-sama melihat kesesuaian ganti rugi. Yang jelas perusahaan harus ada tanggung jawabnya,” mintanya.

Sementara itu, Corporate Communication PT CMI Tbk, Vera Silviana, membenarkan jika surat yang diterima warga memang dari pihaknya. Dia juga mengaku jika pihaknya sudah berusaha membuka ruang komunikasi dengan warga yang terkena dampak aktivitas tersebut.

Menurutnya, perusahaan berniat memberikan kompensasi sebesar Rp m20 juta serta akan melakukan rekayasa engineering dan perbaikan sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan. “Perusahaan juga masih membuka pintu musyawarah untuk mufakat dengan asas kekeluargaan guna menyelesaikan permasalahan yang ada,” paparnya. (as)

Berita Terkait