KETAPANG, MENITNEWS.id – Sebanyak 25 Tenaga Kerja Asing (TKA) asal Tiongkok yang bekerja di PT Sultan Rafli Mandiri (SRM), meminta bantuan kepada Pemerintah Kabupaten Ketapang. Para TKA tersebut mengaku gaji mereka tidak dibayar oleh perusahaan tambang emas tersebut dan mereka pun tidak bisa pulang ke negara asalnya.
Para TKA ini mendatangi Kantor Bupati Ketapang pada Jumat (7/1) pagi. Mereka meminta bantuan Pemkab Ketapang agar gaji mereka sejak September 2021 dibayarkan oleh perusahaan yang beroperasi di Desa Nanga Kelampai, Kecamatan Tumbang Titi. Dengan demikian, mereka bisa pulang ke negara asalnya.
Bupati Ketapang, Martin Rantan, mengatakan kedatangan 25 TKA asal Tiongkok itu untuk meminta bantuan kepada Pemkab Ketapang terkait nasib mereka. Mereka belum menerima gaji sejak September 2021. Selain itu, mereka juga meminta untuk dipulangkan ke Tiongkok.
“Mereka sudah kordinasi dengan Imigrasi dan Disnakertrans, tapi memang belum ada solusi. Jadi, mereka meminta menemui saya. Selaku kepala daerah saya harus melayani sebagi bentuk rasa kemanusian,” kata Martin, Jumat (7/1).
Martin mengaku akan segera menggeser para TKA ke Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) di Kubu Raya guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. “Kita menghindari adanya pergesekan atau dampak sosial dan keamanan, makanya mereka kita geser ke Rudenim. Setelah mereka sudah di sana, kita akan panggil perusahaan dan komunikasikan dengan kedutaan RRC di Indonesia,” jelas Martin.
Martin menjelaskan, saat ini PT SRM sedang dalam masalah hukum. Di mana perusahaan dilaporkan kepada pihak berwajib terkait beberapa hal. “Saat ini PT SRM sedang menghadapi masalah hukum. Pertama, mereka diperkarakan oleh PT Belaban, karena mengambil wilayah tambang PT Belaban. Kedua, adanya laporan pemilik tanah terkait pemalsuan dokumen-dokumen oleh perusahaan,” ujarnya.
Kepala Sub Seksi Pelayanan dan Verifikasi Dokumen Keimigrasian Kelas III Non TPI Ketapang, Dedi, menjelaskan 25 TKA yang bekerja di PT SRM tersebut semuanya legal, mulai dari kelengkapan dokumen hingga syarat administrasi lainya. “Terkait 25 WNA atau TKA asal Tiongkok ini semuanya memiliki dokumen yang legal,” katanya.
Dedi menjelaskan, dalam hal ini pihaknya hanya memfasilitasi dalam menyelesaikan permasalahan mereka dengan cara melakukan mediasi dengan pihak perusahaan di tempat mereka bekerja. “Sore nanti kita bersama dinas terkait lainnya akan kembali melakukan rapat mediasi dengan memanggil atau mengundang pihak perusahaan tersebut untuk mencarikan solusi terbaik bagi para pekerja TKA,” paparnya. (*)