KETAPANG, MENITNEWS.ID – Menanggapi polemik yang terjadi antara PT. Sukses Bintan Indonesia (SBI) dengan PT. Ratu Intan Mining (RIM), mantan Direktur Operasional PT. SBI, Djoko, buka suara. Dia mengaku mengetahui pokok permasalahan antara dua perusahaan tersebut.
Djoko mengatakan, persoalan ini berawal ketika PT. SBI memutuskan hubungan kerja sama secara sepihak dengan PT. RIM. Padahal sesuai kontrak kerja, pemutusan hubungan kerja sama boleh dilakukan dengan catatan memberitahukan minimal satu bulan sebelum berhenti. “Namun SBI memutuskan hubungan kerja secara tiba-tiba dan melanggar perjanjian kontrak dengan PT. RIM, ini bisa disebut sebagai wanprestasi,” katanya, kemarin (28/8).
Dia mencoba menjelaskan kepada Direktur PT. SBI terkait resiko pemutusan huhungan kerja sepihak tersebut. “Namun tidak ditanggapi saat itu,” jelasnya.
Djoko menceritakan, sebelum bekerja dengan PT. RIM, PT. SBI sudah berpindah-pindah lokasi kerja. Di antaranya seperti dengan PPC, DSM, JUS dan terakhir bersama RIM. Dalam kerja samanya itu selalu gagal dalam memanage pengeluaran operasional, angsuran leasing dan sparepart. “Ini karena keterbatasan modal SBI yang mengakibatkan ketidakmampuan bayar tagihan operasional dan angsuran,” ungkapnya.
Djoko juga mengungkapkan, SBI selalu beralasan kalau pembayaran dari pihak kontraktor kepada pihaknya terlambat. “Hal ini terjadi lagi kepada PT. RIM. Yang selalu dijadikan alasan kepada pihak ketiga kalau PT. RIM tidak bayar. Padahal itu karena keterbatasan modal SBI yang tidak mencukupi,” ujarnya.
Selama menjalankan kerja sama dengan PT. SBI, pihak PT. RIM selalu membayar sesuai pencapaian kerja dan invoice yang ditagihkan tanpa pernah terlambat sedikitpun. Bahkan, PT. RIM mempunyai niatan baik untuk selalu membantu PT. SBI dengan membayar invoice tagihan lebih cepat dan memberikan pinjaman.
“Perusahaan kontraktor yang sehat itu mempunyai porsi hutang aset maksimal 60 unit lunas 40 terhutang, namun faktanya pihak SBI 100 persen asetnya masih terhutang. SBI hanya mengandalkan pembayaran yang dipercepat oleh PT. RIM. Bahkan pembayaran dari PT. RIM belum bisa menutupi semua hutang SBI dengan pihak ketiga,” tuturnya.
Djoko mengaku memutuskan berhenti bekerja dengan PT. SBI setelah Direktur SBI, Edy Gunawan, memutuskan secara sepihak hubungan kerja dengan PT. RIM. Padahal saat itu dia tidak setuju dengan keputusan Edy, lantaran akan berdampak seperti yang terjadi saat ini. “Jadi munculnya sengketa piutang berjalan sekarang ini dikarenakan SBI yang memutuskan hubungan kerja sepihak dengan PT. RIM,” tegasnya.
“Bahkan meskipun demikian PT. RIM masih memiliki niatan baik dengan mencoba membayar piutang berjalan, namun selalu ditolak oleh SBI, karena SBI meminta secara cash. Akan tetapi PT. RIM harus menyesuaikan pembayaran tersebut dengan kemampuan cashflow mereka akibat SBI yang berhenti sepihak tersebut,” lanjutnya.
Untuk itu, Djoko menilai persoalan yang saat ini terjadi murni merupakan sengketa piutang kerja untuk menyelesaikan pembayaran sisa tagihan dan bukan penggelapan seperti yang dituduhkan oleh pihak PT. SBI. “Setelah berhenti sepihak, SBI tidak mampu membayar gaji karyawan dan suplier lokal sehingga akhirnya PT. RIM berniatan memberikan pinjaman untuk menyelesaikan persoalan itu sebesar Rp3 miliar lebih agar tidak menimbulkan masalah sosial ketenagakerjaan. Itu juga untuk menyelamatkan aset PT. SBI agar tidak ditahan oleh pekerja dan suplier, namun niatan baik ini malah tidak diakui PT. SBI,” papar Djoko.
Kuasa hukum PT. RIM, Nikolas Desta, mengatakan konsep awal kerja itu adalah subkontrak. Di mana pelaksana awal pekerjaan adalah PT. RIM kemudian mengalihkan pekerjaan kepada PT. SBI. Desta menerangkan, dalam perjanjian kerja itu antara PT. SBI dan PT. RIM mengerjakan tiga wilayah pertambangan. Di dalam perjanjian ditetapkan waktu pembayaran dan syarat pengunduran diri. “Waktu pembayaran itu ditentukan 60 hari sejak tagihan diterima dan dinyatakan lengkap. Serta syarat pengunduran diri satu bulan sejak diajukan,” kata Desta.
Destabmenjelaskan, terkait adanya PT. SBI yang pada Maret mengklaim beberapa penagihan kepada PT. RIM, yang sebenarnya tagihan-tagihan tersebut belum jatuh tempo. “Sebab belum jatuh tempo, PT. RIM merasa belum ada kewajiban untuk membayar. Kalau sudah lewat 60 hari itu baru wanprestasi,” jelasnya.
Desta juga menegaskan, persoalan antara PT. RIM dengan PT. SBI merupakan murni perdata, karena sengketa bisnis antara dua perusahaan atau PT atau badan usaha terkait masalah pembayaran-pembayaran yang masuknya nanti murni ke perdata wanprestasi. “Tidak ada penggelapan dalam persoalan ini. Saat ini juga sedang dalam proses pengadilan terkait persoalan perdata ini yang mana ada dua, kita sebagai penggugat dan sebagai tertugat, ini tinggal menunggu putusan pengadilan,” terangnya. (as)