KETAPANG, MENITNEWS.id – Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Ketapang, Uti Royden Top, mengharapkan agar Dinas Pertanian, Peternakan dan Perkebunan Ketapang mengevaluasi terhadap hak guna usaha (HGU) yang bermasalah atau yang belum dikelola. Hal ini disampaikan usah melakukan Komisi II bertemu dengan Kepala Dinas Distanakbun Ketapang, beberapa waktu lalu.
Uti menjelaskan, selama ini pihaknya sering menerima pengaduan dari masyarakat, khususnya masalah tumpang tindih HGU dengan tanah yang diklaim milik masyarakat. Tak hanya itu, masalah koperasi dan pola kemitraan juga sering ditemui. “Sebagai tindaklanjut aduan tersebut, komisi II melakukan koordinasi dan konsultasi ke Dinas Pertanian, Peternakan dan Perkebunan Ketapang,” katanya, belum lama ini.
Dalam pertemuan tersebut, ada beberap poin yang disampaikan dan harus segera dilakukan oleh Distanakbun Ketapang. Di antaranya mengevaluasi terhadap hak guna usaha (HGU) yang bermasalah atau yang belum dikelola. Dalam pemberian HGU perkebunan yang perlu diperhatikan mengenai batas-batas desa. “Termasuk penyelesaian permasalahan yang perlu dibangun adalah satu persepsi langkah itu diambil agar tidak terjadi dikemudian hari,” ungkapnya.
Kepala Distanakbun Ketapang, L. Sikat Gudag, menjelaskan permasalahan terkait HGU telah disikapi oleh pihaknya. Salah satunya adalah dengan pemberitahuan kepada perusahaan agar mengoptimalkan lahan-lahan sesuai HGU untuk dikelola. “Perlu kami sampaikan bahwa Pemerintah Daerah, khususnya Bupati Ketapang, akan mengambil sikap tegas dan evaluasi terhadap HGU yang belum dikelola,” kata Sikat Gudag.
Dia menjelaskan, terkait perkebunan sudah ada Perdanya, termasuk pola kemitraan. Sedangkan permasalahan sengketa lahan jika ditarik kebelakang yang berperan itu adalah desa, karena data awalnya dari situ. “Lihat dulu silsilahnya batasan-batasan kami ada dalam aturan Dinas Perkebunan,” ungkapnya.
Selain itu, Komisi II juga melakukan koordinasi dengan Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Ketapang. Permasalahan yang dikoordinasikan merupakan hubungan dengan bidang pertanahan HGU perusahaan perkebunan. “Pada intinya yang dipertanyakan Komisi II DPRD Ketapang itu mengenai sertifikasi HGU perusahaan perkebunan maupun pertambangan. Hal ini yang sering terjadi sengketa antara pihak perusahaan dengan masyarakat. Kemudian dipertanyakan tentang proses pelepasan hak kepada masyarakat atau sebaliknya,” ungkap Uti Royden.
Dijelaskan pihak ATR/BPN bahwa jika terjadi sengketa pihak BPN melihat dulu, harus ada kepastian , apakah masuk dalam HGU atau bukan, perlu pengecekan dilapangan, semua itu ada regulasinya.
Tentang pemberian HGU, lanjut Uti Royden, sifatnya bersyarat. Izin lokasi saja ada ganti ruginya jika terdapat tanam tumbuh milik masyarakat. Selain itu, disampaikan juga bahwa Pemerintah Pusat pada tahun 2025 program sertifikat tanah sudah selesai, untuk Kabupaten Ketapang diberikan target yang cukup banyak jadi program itu masih tetap berlanjut. (*)