PT Hungarindo Persada Dituding Gusur 300 Hektare Lahan Sawit Masyarakat tanpa Ganti Rugi

Suasana saat Suyanto Satu Diantara Warga Desa Sungai Melayu Baru saat Menunjukkan Pohon Sawit Miliknya yang Dirobohkan Perusahaan Tanpa Pemberitahuan dan Ganti Rugi, Kamis (13/2/2020)

KETAPANG, MENITNEWS.id – Sudarnoto (56), warga Desa Sungai Melayu Baru, Kecamatan Sungai Melayu Rayak, Kabupaten Ketapang, tak dapat menahan tangis ketika mengetahui ratusan batang pohon sawit milik anaknya digusur PT Hungarindo Persada tanpa adanya pemberitahuan dan ganti rugi.

“Lahan anak saya 5 hektare, dan sudah ditanami 800 pohon kelapa sawit sejak beberapa tahun lalu, sawit sudah besar tapi semuanya habis dirobohkan perusahaan,” kata Sudarnoto kepada sejumlah wartawan, Kamis (13/2/2020).

Menurut dia, anaknya harus menabung bertahun-tahun untuk bisa membeli lahan dan menanam pohon sawit tersebut.

Namun alih-alih menikmati hasil dari sawit yang ditanam, saat ini anaknya hanya meratapi kesedihan lantaran seluruh pohon telah dirobohkan tanpa pemberitahuan dan ganti rugi.

“Anak saya menangis saat tahu pohon sawitnya dibabat habis, itu sungguh keterlaluan padahal di dalam agama apapun tidak diajarkan berlaku seperti itu,” ujarnya.

Tidak hanya Sudarnoto, setidaknya ada 300 hektare lahan yang telah ditanami sawit mengalami nasib serupa.

Warga lainnya, Suyanto juga mengaku 30 hektare lahan sawitnya digusur.

“Lahan saya dan keluarga besar ada 30 hektare yang kami beli sejak tahun 2013 lalu, saat itu belum ada tanam tumbuh kemudian kami tebang dan tanam pohon sawit dengan tangan dan keringat kami sendiri,” kata Suyanto.

Ia menambahkan, setelah bertahun-tahun menanam dan merawat pohon sawit, perusahaan kemudian datang dan mengaku lahan mereka masuk dalam hak guna usaha (HGU) perusahaan dan kemudian mulai merobohkan pohon-pohon sawit mereka tanpa adanya ganti rugi dan pemberitahuan.

“Sebagian pohon sawit sudah dirobohkan, sebagian dikepung sama pohon sawit yang baru ditanam perusahaan,” ujarnya.

Suyanto mengaku hampir stres. Pasalnha telah mengeluarkan biaya tanam serta perawatan.

“Biaya yang saya dan keluarga keluarkan untuk menanam dan merawat 30 hektar lahan sekitar Rp 1 miliar,” tuturnya.

Ia menerangkan, bahwa saat ini dirinya dan warga lainnya tinggal menunggu sertifikat hak milik lahan, lantaran sejak tahun 2018 lalu pihaknya telah mengurus pembuatan sertifikat dan bahkan telah melakukan pembayaran dan diproses di BPN Ketapang.

“Kami sudah mengajukan pembuatan sertifikat hak milik sejak 2018 lalu bahkan kami sudah bayar ke BPN biayanya satu surat mencakup 2,5 hektare lahan sebesar Rp 2.950.000 yang saat ini juga belum keluar sertifikatnya,” tutup dia.

Sementara itu, Manager PT Hungarindo Persada, Suyitno membantah melakukan penggusuran tanpa melakukan ganti rugi lahan.

“Pohon sawit yang kami robohkan hanya pohon sawit warga yang sudah dilakukan pembayaran tali asih, kalau belum (bayar) tidak ada kami robohkan,” Suyitno, Jumat (14/2/2020).

Ia melanjutkan, ganti rugi tanam tumbuh (GRTT) sudah akan dilakukan saat tahun 2016 setelah HGU perusahaan keluar, namun saat itu tidak ada tanam tumbuh masyarakat di lokasi HGU perusahaan.

“Berjalan waktu sambil menunggu proses izin, baru di tahun 2019 bisa dikerjakan, ternyata masyarakat beli lahan di bawah tangan tanpa pemberitahuan ke desa dan satlak, karena ada ada tanam tumbuh kemudian dilakukan mediasi kepada masyarakat untuk proses GRTT ini,” akunya.

Mediasi dilakukan bertahap, sejak November dan Desember 2019 hingga Januari 2020 ke masyarakat di SP 1, 2, 6, dan 8. Yang mana hasil mediasi disepakati menyoal tali asih.

“Nomimalnya Rp 25 ribu per batang, sebagian masyarakat telah terima hanya untuk masyarakat yang melakukan mediasi bulan Januari saat akan dibayarkan mereka menolak karena masyarakat telah masuk angin dan dikompori oleh oknum,” jelasnya.

Iapun membantah penggusuran pohon kelapa sawit warga tanpa pembayaran tali asih.

“Perobohan ini sudah sejak Desember sampai saat ini masih dilakukan,” akunya.

Prihal masyarakat yang telah mengurus sertifikat hak milik ke BPN, dianggapnya masyarakat melakukan itu secara diam-diam ke BPN.

“Harusnya BPN memberikan penjelasan ke masyarakat,” tutupnya. (eo)

Berita Terkait